Total Tayangan Halaman

Kamis, 26 Juni 2014

Akatsuki Airlines part 3

by Hikaru Kin
Disclaimer: Naruto©Masashi Kishimoto
Akatsuki Airlines©Hikaru Kin
Rate: T
Genre: Humor & Parody, slight Friendship
Warning: AU, OOC, Typo, gaje, sistem penerbangan
tidak sesuai dengan yang asli, dll
Summary: Akatsuki punya perusahaan penerbangan?
Mungkin ga? Bagaimana kalau dalam sebuah pesawat, Akatsuki
jadi awak pesawatnya dan Naruto CS penumpangnya?
Bagaimana kehebohannya?
Ini adalah sebuah kisah tentang para anggota Akatsuki
yang tergabung dalam 'Akatsuki Airlines'.
Arigatou kepada: Zoroutecchi, Harashima yuuki desu,
Deidei Rinnepero 13, Aizu Asahikawa,
clown of itachi-san, Yusei'Uzumaki'Fudo,
Py Akasuna,
Akasuna Deidara, Kyuu9,
Kara kuru koro kora-kora, vialesana, And
All silent readers. ^^
DON'T LIKE, DON'T READ!
HAPPY READING!
••
Chapter 3
Hari Ke-7 : Perjalanan di mulai
Konohagakure's International Airport
"Uugh… menyebalkan," gumam Naruto.
"Ini kejadian paling bodoh yang pernah ku alami!" celetuk Sasuke.
"Hei… hei… sudahlah! Yang penting kalian sudah ada di sini," hibur Kakashi.
Sementara itu, Naruto dan Sasuke masih memasang wajah kesal akibat kejadian beberapa menit yang lalu. Tak perduli dengan usaha Kakashi yang berusaha menghibur mereka.
Flashback
"Huah… akhirnya kita sampai juga di bandara, Teme!" ucap Naruto.
"Berhentilah bertingkah bodoh seperti itu, Dobe!" balas Sasuke.
Yap. Mereka tengah berada di depan pintu masuk bandara Konoha. Naruto berkacak pinggang dan berdecak kagum melihat bandara kebanggaan Konoha tersebut.
"Maaf Tuan, anda menghalangi jalan," ucap seorang ibu yang membuyarkan pandangan Naruto tersebut.
Naruto tersentak. "Ah, maaf bibi. Silahkan!" ucap Naruto yang merasa malu sembari membungkuk hormat. Setelah itu, matanya sibuk mencari-cari sosok yang sejak tadi bersamanya, yang kini tidak ada di tempat.
"Hoi, Teme! Tunggu aku!" pekiknya dan mengejar sosok yang dicarinya itu, ternyata tengah berjalan meninggalkannya masuk ke dalam bandara. Bisa dibilang sengaja.
Setelah berhasil mengejar dan menyejajarkan posisinya disamping Sasuke, Naruto seolah-olah tak berkedip menyaksikan keindahan bandara tersebut. Lihat saja bandara ini begitu besar dan megah. Berhiaskan ornamen-ornamen cantik khas Jepang. Arsitekturnya yang bergaya Jepang Kuno dipadupadankan dengan gaya klasik menambah kesan sederhana namun mewah dan berkelas bagi bandara ini. Warna cat yang natural dan umumnya berwarna coklat muda juga menghiasi bandara ini. Tak heran, bandara ini cukup terkenal dan merupakan bandara transit terpadat dunia.
"Teme! Mana yang lainnya?" tanya Naruto.
"Hn?" Sasuke yang baru sadar kalau ternyata sejak tadi mereka terpisah dari rombongan, berhenti melangkah. "Dobe…" ucap Sasuke pelan.
"Ya? Ada apa, Teme?" jawab Naruto.
"Ini sudah jam berapa?" tanya Sasuke.
Naruto melirik sekilas jam tangannya,"Jam 12.30, Teme," ucapnya.
"Lalu, jam berapa kita harus Check-in?"
"Jam 13.00!"
"Sekarang, kemana rombongan kita?"
"Kita terpisah dari rombongan sejak tadi, Teme!" ucap Naruto santai.
Hening sejenak. Setelah beberapa detik tak bergeming, hingga akhirnya keduanya sadar kalau ada yang mengganjal dan aneh. Keduanya tersentak, saling menatap satu sama lain. Semakin dalam—er… maksudnya terbelalak.
"Kenapa kau tidak bilang dari tadi, hah?" ucap Sasuke setengah berteriak.
"Karena aku lupa dan aku baru menyadarinya, Teme!" pekik Naruto tak mau kalah.
"Kau tahu kan tiket dan barang-barang bawaan kita masih di Kakashi-sensei!"
"Aku tahu itu! Hei, kau kira aku tidak cemas juga, hah? Kau pikir aku tidak memikirkannya? Dasar Teme menyebalkan, sok cool, sok cakep, dan bla… bla… bla… Puas?"
"Heh! Jaga mulutmu itu! Apa? Sok, kau bilang? Cih! Kau pikir aku ini apa, hah? Seenaknya saja meremehkan Uchiha!"
"Ha? Uchiha? Heh, Uchiha! Dengar, ya! Kau pikir aku ini takut padamu, heh?"
"Apa?"
"Kau juga apa?"
Mereka masih terus berkelahi sedangkan berjuta pasang mata tengah menatap keduannya.
"Sudah kubilang ini bukan salahku, Te—"
Teng… Nong… Neng… Nong…
"Perhatian, panggilan kepada Tuan Uchiha Sasuke dan Tuan Uzumaki Naruto. Harap segera menuju ruang informasi. Sekali lagi, perhatian kepada Tuan Uchiha Sasuke dan Uzumaki Naruto. Harap menuju ruang informasi, ditunggu rombongan yang lain. Terima kasih."
"Kaa-san… Kaa-san… ternyata kedua kakak itu terpisah dari orang tuanya. Hihi… sudah besar, kok bisa hilang ya, Kaa-san?" ucap seorang bocah perempuan berumur kurang lebih 4 tahun tepat di hadapan Naruto dan Sasuke.
"Sssst… kau tidak boleh bicara seperti itu, Yuki-chan! Ah, maafkan anakku, ya!"
"Hn."
"Sst, Teme! Ah, tidak apa, bibi."
"Hihi…"
End of Flashback
"…"
"…"
"Hei, sudah!" ucap Kakashi memecah keheningan.
"Hn," tanggap Sasuke.
"Dattebayo," gumam Naruto.
"Yare-yare," celetuk Kakashi.
"Eh?"
Dan di sinilah mereka—di dalam sebuah ruang tunggu, menunggu jam keberangkatan menuju Ottogakure tiba. Berbagai macam kegiatan dilakukan untuk mengisi kejenuhan menunggu. Ada yang tidur, menggambar, menggosip, tersenyum palsu, membaca Icha-icha Tactics, update status dan berbagai macam kegiatan lain.
"Huh… lama sekali. Aku bosan menunggu seperti ini," keluh Naruto.
"Jelas saja, baka! Kita berangkat saja masih satu jam lagi," balas Kiba.
"Hah… Ada yang punya ramen instan?"
BLETAK
"Adaw."
oOo…oOo…oOo…
Berbeda dengan Naruto, berbeda pula dengan Akatsuki. Ada yang bergembira, ada pula yang was-was dan gelisah. Seperti halnya Itachi, jika sang adik tengah dilanda malu karena ditertawai anak kecil, ia malah sibuk melamun dan berjalan mondar-mandir.
"Ah… kenapa semuanya begitu cepat berlalu, sih?"
Kisame melirik Itachi sekilas,"Kau kenapa, Itachi?"
"A-a-a-aku… Argh… aku belum siap, Kisame!" ucapnya seraya menjambak rambutnya dan menjatuhkan diri di atas kursi.
"Apa maksudmu?" tanya Kisame bingung.
"Maksudku, aku belum siap untuk hari ini. Bagaimana mungkin aku bisa memakai pakaian ini, kau tahu?"
"Hey, ayolah! Kau seperti bukan Itachi sekarang."
"Itu memang benar. Karena aku OOC di sini, Kisame!"
Kisame menghela napas,"Bukan itu maksudku!"
"Argh… sudahlah aku pisang, eh, pusing!" ucap Itachi frustasi.
Itachi beranjak keluar dari ruang tunggu awak pesawat, menuju balkon ruang tersebut. Raut wajahnya kusut, sekusut pakaian-pakaian milik Kakuzu yang belum dicuci, dijemur, dilihat, disetrika, diterawang dan dilaundry. Kisame yang dari tadi menjadi bulan-bulanan Itachi hanya menghela napas frustasi. Sementara Kakuzu, bersin dan menerbangkan semua pasokan uang miliknya. Atau mungkin milik para Akatsuki.
"La… la… la… la—eh? Kenapa, Itachi-senpai?" tanya Tobi yang melihat Itachi tengah termenung di balkon. Dilihatnya Itachi tengah menangkupkan kedua tangannya menutupi wajah kusutnya itu.
"…"
"Huh! Selalu saja Tobi dikacangin. Tadi, sama Saso-senpai dan Dei-senpai, Tobi lagi ngomong, eh, malah dikacangin. Apa tidak menyebalkan? Sekarang, sama Itachi-senpai juga begitu. Hah, Tobi tidak mengerti pola pikir anak tua jaman sekarang," curhat Tobi.
"Apa maksudmu, hah?" ucap sebuah suara di belakang mereka.
Tobi memutar kepalanya perlahan,"Eh? Saso-senpai, sejak kapan ada di sini?" ucap Tobi gemetaran.
"Sejak kau membicarakan aku, Tobi!" jawab Sasori malas.
"Ehehehe… jadi senpai mendengarnya, ya?"
"Um, tidak juga! Ya, tapi aku tahu dari awal ceritamu itu," Sasori nyengir.
"Yah, artinya sama saja," ucap Tobi. 'Dasar ! Cakep-cakep kok aneh!' batinnya.
"Hei! Cepat kalian bersiap-siap, sebentar lagi kita berangkat," ingat Sasori.
"Yap! Tobi siap!"
"Kalau begitu, ay—Eh? Kau kenapa, Itachi?" tanya Sasori yang melihat Itachi murung.
"Tidak apa! Aku hanya…" jawab Itachi lirih.
"Kenapa?" tanya Sasori penasaran. Kedua alisnya bertaut.
"Aku hanya belum siap… karena…" ucapnya menggantung.
"A-a-a-aku…" ucapnya lagi.
Tobi dan Kisame yang semula juga menuntut penjelasan, memandang Itachi penuh tanya.
"Hm?" Sasori makin mengernyit.
"La-la-la-lapar…" Itachi mengakhiri ucapannya kemudian nyengir lima jengkal.
GUBRAK…
Spontan, Sasori, Tobi dan Kisame terjungkal dengan tidak elitnya. Sementara Itachi, masih tetap nyengir lima jengkal. Katanya, kalau nyengir lima jari itu kurang lebar. Jadi, dia nyengir lima jengkal. Begitu.
"Huh… siapa suruh kau tadi tidak ikut sarapan?" omel Sasori.
Kisame menghela napas, kemudian berkata,"Itu karena dia dari tadi sibuk berdandan dan ngomong sendiri dengan kaca."
Itachi tersenyum menyerigai dan mengibaskan rambutnya. "Hm. Untuk melihat betapa indahnya pesona seorang Uchiha," ucap Itachi narsis.
"Em… Toilet di mana ya, senpai?"
"Tuh, belok kiri aja. Sekalian kantong plastik hitam, ya."
"Ah~ Otouto-chan~ Malang nasibmu tak melihat betapa kerennya aniki-mu ini."
"Tobi, aku ikut!"
"Cepetan, senpai. Nanti plastiknya habis duluan."
oOo…oOo…oO0…
"Yosh! Baiklah semua! Hari ini kita berangkat! Ku harap, kalian bertugas sesuai dengan apa yang telah selama ini kita pelajari. Kalian mengerti?" ucap Pein.
"Mengerti!" jawab yang lain serempak.
Pein mengedarkan pandangannya melihat seisi ruangan. Dilihatnya satu persatu anggota yang ada, memastikan tidak ada yang tertinggal. Benar apa yang ia duga. Ada dua kursi kosong yang belum ditempati. "Mana Konan dan Deidara?" tanyanya.
"Di ruang ganti, leader!" jawab Hidan.
"Ehm. Ngapain?" Pein curiga. Sepertinya, kecurigaan Pein tidak perlu diumbar. Ujung-ujungnya ketahuan juga apa maksudnya, kan?
"Ganti baju, leader-sama!"
Pein terbatuk,"Uhuk! Mana me—"
"Gomen, kami telat!" ucap seseorang.
Tiba-tiba datang dua sosok yang sudah tidak asing lagi. Sosok yang telah lama mereka tunggu-tunggu kedatangannya. Semua terpana melihat kedatangan kedua sosok tersebut. Pein mangap tak berkedip. Kisame mengap-mengap plus klepek-klepek karena kehabisan pasokan air. Duo Zetsu menyilangkan kedua tangannya memeluk pundak, dengan tubuh yang bergetar hebat karena kedinginan. Mengingat Pein memutar pengatur suhu ruangan hingga suhu sama layaknya suhu di Kutub Utara. Itachi yang tengah melahap roti isi, berhenti mengunyah. Matanya ikut terbelalak melihat kedua sosok dihadapannya. Terutama sosok berambut pirang.
'Apa? Tidak mungkin~ Oh, tidak. Ku harap otouto-chan tak berpaling melihat kekerenanku ini,' batin Itachi.
Sasori berdecak kagum. Hidan baca doa. Hah~ reaksi yang mereka tampakkan bermacam-macam. Tapi, satu pose yang sama, mata terbelalak dan mulut yang menganga. Em, ralat itu terlihat seperti dua pose, ya?
"K-Konan? D-Dei? Apa benar i-i-ini kalian?" tanya Pein takjub sekaligus tak percaya. Berulang kali ia mengucek-ngucek kedua matanya.
"Un? Memangnya kalian kira kami siapa, un?" tanya Deidara yang masih bingung tak mengerti dengan situasi yang tengah berlangsung saat ini.
"Ada apa denganmu, Pein? Memangnya kau kira kami ini, siapa?" tanya Konan. "Bukankah, ini semua ide-mu?" lanjutnya.
"Ja-jadi, benar ini kalian?" ucap Pein dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Un? Berapa kali aku harus menjelaskannya, un?" jawab Deidara dengan nada malas.
"Ja-jadi… benar?" Pein mengguncang-guncangkan pundak Deidara. Sementara Deidara hanya bisa pasrah saja.
"Un," jawab Deidara.
"Tentu saja, Pein!" jawab Konan.
"Benarkah?" ucap Pein. Kali ini dengan nada meninggi.
"Iya," balas Konan.
"Benarkah?"
"Hm."
"Benarkah?"
"Hn."
"Yakin?"
"Ya!"
"Apa kalian yakin?"
"Ho-oh!"
"Ap–"
"Hoi, Pein! Sejak kapan kau menjadi sinetronis seperti ini, hah?" ketus Konan kesal.
"Ehehe… Sungguh aku tidak menyangka! Kalian benar-benar cocok memakainya!" jelas Pein kagum sembari senyum-senyum tak jelas apa maksudnya.
"Ya. Terus terang saja aku sangat suka dengan baju ini," ucap Konan. "Bagaimana denganmu, Dei?" tanyanya pada Deidara.
"Un? Ya, aku suka baju ini, un!" jelas Deidara. Tampak dari raut wajahnya kalau ia memang suka menggunakannya.
"Baiklah semua sebentar lagi kita berangkat! Sebelum itu, kita berdoa terlebih dahulu semoga semuannya berjalan lancar. Berdoa… mulai!" pimpin Pein. Semua tampak menundukkan kepala, khidmad. Weh… weh… kapan ya Akatsuki alim seperti ini?
"Selesai! Ok! Ayo semua~ kita teriakkan yel-yel kita!" teriak Pein.
"Ayo!" jawab yang lain.
"AKATSUKI…" pimpin Pein dengan nada yang mengalun ala pemandu sorak.
"A… K… AK! A… T… AT! AKAT! S… U… SU! K… I… KI! SUKI! AKAT… SU… KI… AKATSUKI! YEAY!" teriak semuanya kompak. Tapi, bukankah yel-yel mereka terdengar seperti siswa taman kanak-kanak yang tengah belajar mengeja, eh?
Pein kembali berteriak, "AKATSUKI~"
"GANBATTE NE! AYEY!" jawab yang lain.
"Bagus! Ayo kita mulai~" Pein mengepalkan tangannya diikuti anggota yang lain. "Ekhm… kalian tidak perlu mengikuti gayaku," ucap Pein tak senang.
"Biar kompak gitu loh, senpai!" ucap Tobi, yang lain mengangguk.
Mereka pun mengambil koper masing-masing dan berjalan keluar dari ruangan tersebut.
"Eh! Tunggu!" teriak Kakuzu. Menghentikan langkah anggota yang lain.
"Ada apa?"
"Apa ada yang melihat koper uang milikku yang warnanya hijau seperti uang?"
"…"
oOo…oOo…oO0…
Teng… Neng… Neng… Nong…
"Selamat siang penumpang yang terhormat. Kami beritahukan kepada seluruh penumpang Akatsuki Air, AKA-123 dengan rute penerbangan Konohagakure-Ottogakure. Sekali lagi, kepada seluruh penumpang Akatsuki Air dengan rute penerbangan Konohagakure-Ottogakure. Harap menuju pintu keberangkatan. Terima kasih," terdengar pengumuman dari seorang operator bandara. Naruto yang dari tadi sudah tidak sabaran menunggu dan sudah menghabiskan lima cup ramen instan, berteriak senang.
"Hua~ Akhirnya~" pekik Naruto. Sontak semua mata tertuju padanya. Ya, semua mata tertuju padamu, Naruto. Setidaknya, itu adalah slogan dalam pemilihan Hokage di KHS. Semacam pemilihan MissIndonesia atau Miss Universe. Bedanya calon Hokage bisa perempuan maupun laki-laki dan menjadi duta di KHS. Okay, lupakan masalah pemilihan Hokage. Kita kembali pada pokok cerita kita. Lanjuuuut~
"Hn?" Sasuke terbangun dari tidurnya. Perlahan, dengan gerakan yang slow ia melepaskan earphone yang memang sejak tadi dipakainya. Kelopak matanya perlahan terbuka. Menampakkan bola mataOnyx kelam yang membuat siapa pun larut dan melumer layaknya es-krim vanilla yang berada di dalam mangkuk dan diletakkan di bawah teriknya matahari yang telah dikumpulkan cahayanya dengan bantuan Lup. Maksudnya?
"WUAAH… Te-te-teme! Ba-bangun! Li-lihat itu!" pekik Naruto. Mata biru sapphire-nya membulat, terfokus pada satu titik. Bukan hanya Naruto, semua penumpang Akatsuki Air pun seakan terhipnotis melihat segerombolan orang yang terdiri dari beberapa manusia, satu tanaman, satu manusia berwajah Hiu, dan satu lollipop oranye yang berjalan? Ah, bukan! Itu topeng lollipop!
Sebelah tangan Naruto yang mengganggu—lebih tepatnya—menepuk-nepuk wajah Sasuke, membuat Sasuke geram. Ia hempaskan tangan Naruto dari wajahnya. Tapi, yang membuatnya heran, Naruto tetap tak bergeming ataupun marah padanya. Setelah memperhatikan secara seksama arah pandang Naruto, Sasuke pun mengikuti arah pandang Naruto itu. Dan… jeng… jeng… Sasuke ikut terpana dan terhipnotis dengan gerombolan yang melintas itu.
"D-d-d-dobe! A—"
"Ssst… diamlah Teme! Kenapa kau jadi gagap seperti Hinata, hah?" Naruto mulai tertarik mengomentari gaya bicara Sasuke yang biasanya dingin, tiba-tiba menjadi gagap seperti sekarang.
"Uhuk! Na-na-naruto-kun," ucap Hinata tersipu. Eh? Kok bisa ada Hinata di sini?
"Hua… Hinata-chan~ Ma-maksudku… A-a-aku—"
"A-a-apa aku bermimpi?" tanya Sasuke tiba-tiba.
"Kau tidak sedang bermimpi, Teme!"
"Cubit aku!" pinta Sasuke.
"Baiklah! Ku anggap itu… Ya!" tanpa aba-aba, Naruto langsung menarik rambut belakang Sasuke yang agak mencuat ke atas itu.
"Akh! Ittai! Apa yang kau lakukan, baka Dobe!" pekik Sasuke kesal.
"Kau yang minta, Teme!" bela Naruto.
"Sssst! Kalian bisa diam tidak, sih!" protes salah satu penumpang berambut pirang panjang yang diikat ekor kuda, Yamanaka Ino.
"Kau, siapa?" tanya Naruto.
"Aku Yamanaka Ino, tuan Namikaze!" jawab Ino.
Naruto heran sekaligus bingung, "Dari mana kau tahu namaku?" tanyanya.
Ino terkikik geli. "Hei! Kau kan sahabat Uchiha Sasuke? Semua orang di KHS juga kenal denganmu," balas Ino.
"Itu artinya aku terkenal, ya? Wah…"
"Hei, sudahlah! Kagumnya nanti saja. Kau bisa tenang tidak, sih? Lihat! Semua orang melihat mu, baka!"
"Eh?" Naruto cengo. Benar saja, semua orang tengah memasang deathglare maut kepadanya. Ia pun terdiam.
Dihadapan mereka saat ini, segerombolan orang yang mengenakan seragam—tunggu dulu! Itu tidak terlihat seperti seragam. Malah terlihat seperti jubah hitam panjang dengan motif awan merah. Ya, itu memang jubah.
"Hah~ Mereka tidak modis sama sekali! Itu kan pakaian yang sama seperti waktu itu!" gerutu Ino.
"Betul. Jubah itu sama saat pertama kali aku bertemu dengan laki-laki berambut pirang itu!" sambung Naruto, telunjuknya menunjuk ke arah Deidara.
"Jadi… dia laki-laki? Aaa…" pekik Kiba. Hei? Sejak kapan Kiba juga ada di sini, eh?
"Jadi, kau juga pernah melihatnya?" tanya Ino.
"Ya. Ia menawarkanku promo Akatsuki Airlines ini," jawab Naruto.
"Oh."
Gerombolan itu masih terus berjalan beriringan. Tak perduli dengan tatapan kagum, aneh, takut, dan berbagai macam tatapan yang sulit diartikan. Masih berjalan dengan menarik koper mereka masing-masing. Tiba-tiba, gerombolan yang dapat diketahui adalah Akatsuki itu—ah, mungkin lebih tepat kita sebut saja awak kabin Akatsuki Air, berhenti mendadak. Semua penumpang makin heran dan bingung, apa yang sebenarnya terjadi. Bisik-bisik pun mulai terdengar. Akatsuki masih tetap diam. Para Akatsuki berbalik arah melawan arah penumpang yang tengah menyaksikan secara eksklusif penampilan mereka. Loh?
"Baiklah! Kalian siap?" tanya Pein kepada anak buahnya.
Yang lain mengangguk mantap. "Ya!" jawab mereka.
"1… 2…. 3… Yak!" hitung Pein. Dan langsung saja…
ZRAAASH
KREEEK
PROK… PROK… PROK…
"KYAA…. RAMBUT MERAH-KUN! KYAA…"
"HUA… WAJAHNYA BELANG!"
"KYAA… LOLLIPOP-KUN!"
"KYAA… KAWAIII~"
Bisa kita saksikan, mulai dari tepuk tangan, pekikan dan jeritan menggema di Konohagakure Airport. Er… jangan lupakan suara jubah yang robek itu tadi. Ok?
Hal ini bermula, ketika para Akatsuki secara serentak melepas jubahnya dan berputar arah menghadap penumpang dengan pose mereka masing-masing. Ada yang menedipkan sebelah matanya, kiss bye, tampang cool, senyum yang… Ah, pokoknya menawan. Kontan berbagai reaksi yang telah dibaca, disaksikan, dirasakan dan disajikan secara langsung di atas, menghebohkan bandara tersebut.
"Okay! Kutarik ucapanku tadi!" gumam Ino setelah melihat penampilan para Akatsuki yang berubah drastis. Bukan lagi menggunakan jubah hitam motif awan merah, melainkan pakaian ala pramugara yang dikenakan oleh tujuh orang pemuda—ehm… pria, pakaian ala pilot dan co-pilot yang dikenakan oleh Pein dan Itachi, serta pakaian ala pramugari—mungkin, satu-satunya pramugari di sini yang dikenakan oleh Konan.
"Hei, Teme! Bukankah itu… Ita-nii?" tanya Naruto kepada Sasuke.
"A-a-aku tidak percaya! Mustahil!" ucap Sasuke dengan raut wajah yang sulit diartikan.
"Eh?" Naruto bingung dengan ucapan Sasuke yang makin meracau.
'Aku tidak kenal! Aku tidak kenal! Apa benar dia Uchiha?' tanya Sasuke dalam hati.
Sementara Itachi sibuk tersenyum dan kiss bye ke arah penumpang yang makin histeris. Tobi juga tampak membagi-bagi lollipop. Konan membagikan origami. Zetsu membagikan bibit tanaman. Hei! Apa tidak disita petugas karantina? Pein membagikan perching. Hah~ aneh-aneh memang. Tapi, mereka bilang ini demi kenyamanan penumpang. Hitung-hitung hadiah.
"Wah… Tobi anak baik tidak menyangka kita terkenal seperti ini, senpai!" ucap Tobi disela-sela teriakan histeris, mungkin FG dadakan Akatsuki—er, ralat—di tambah dengan FB Konan juga yang membuat Pein naik darah.
"Benar sekali, un! Kalau begini caranya, kita bisa terkenal di seluruh dunia!" ucap Deidara yang tak kalah senangnya.
"Wah~ lihat! Itu Otouto-chan ku!" teriak Itachi sementara jari telunjuknya diangkat menunjuk ke arah Sasuke.
"…"
Hening… Semuanya terdiam, mengikuti arah telunjuk Itachi.
'Oh, tidak! Awas kau, baka Aniki!' rutuk Sasuke dalam hati. Semua mata tertuju ke arah Sasuke. Tak terkecuali para FG dadakan Akatsuki. Ayo, Sasuke! Silahkan kau berdoa sebelum—o… ow… kurasa terlambat.
"KYAA… RAMBUT AYAM-KUN!!" Wow, teriakan ini cukup berani. Mengingat Sasuke sangat sensitive dengan julukan itu. Dan—Hei! Dari tadi para FG ini selalu meneriakkan jenis dan gaya rambut mereka, eh?
"KYAA… SASUKE-KUN~" Nah, kali ini yang berteriak adalah FG Sasuke dari KHS. Dengar-dengar, FG ini memiliki nama yaitu 'Chickenbutt Lovers.' Hah~ ternyata nama FG ini terinspirasi dari stylerambut Sasuke juga.
Ternyata, eh, ternyata, sekarang tengah terjadi kejar-kejaran antara Sasuke dan FG-nya. Sementara Akatsuki, sudah diamankan petugas bandara. Eits, jangan salah paham dulu. Mereka diamankan agar tidak terjadi keributan lagi dan menghindari cedera para awak kabin ini dari cubitan maut dan jeritan maut fans dadakan mereka.
oOo…oOo…oO0…
Setelah keributan berhasil diredam dengan cara memasang peredam suara dan peredam keributan di setiap sudut bandara. Tentu saja tidak! Yang tadi hanya bercanda. Ok! Baiklah, itu tidak lucu. Lanjuut~
Semua penumpang sudah mulai berbaris rapi dan bersiap masuk ke dalam pesawat. Wajah riang dan gembira yang tercipta, seketika berubah menjadi tatapan aneh dan cengo, terkaget-kaget dengan apa yang dihadapkan pada mereka. Bukanlah hal yang asing dan tabu bagi mereka. Hanya saja, cukup aneh dan heboh, mungkin?
Lihatlah. Tampak beberapa pesawat yang berjejer rapi berlogo Akatsuki Air. Mari kita lihat dan deskripsikan salah satu dari pesawat-pesawat tersebut yang beruntung. Dimana nanti pesawat itu akan ditumpangi oleh para Akatsuki dan Naruto CS. Baiklah… langsung saja.
Pesawat ini tidak berbeda dengan pesawat penumpang pada umumnya. Yang membuatnya luar biasa adalah dekorasi dan motif pada badan pesawat tersebut. Badan pesawat itu sendiri diberi warna dasar hitam kelam dengan motif beberapa awan merah. Tidak semua badan pesawat bercorakkan awan merah. Selain motif awan merah, pada badan pesawat ini juga terdapat—waw… foto-foto wajah personil Akatsuki dengan berbagai macam gaya. Sepertinya foto ini di ambil diam-diam. Dan, oh~ ternyata ini yang diperdebatkan mereka beberapa hari yang lalu. Masih ingatkah kalian? Tidak? Baiklah…
Lihatlah foto-foto itu. Pose-pose wajah yang unik. Ada yang menganga, tertawa terbahak-bahak, cemberut, cengo dan lain-lain. Yah, cukup membuat semua penumpang cengo.
"Hei! Apa yang kalian lakukan?" tegur Kakashi. "Cepat jalan," lanjutnya.
"Iya-iya!"
"Selamat datang di Akatsuki Air," sambut seorang perempuan ramah. Tak lupa dengan senyum yang berkembang di wajahnya.
"Ah, iya. Em… Konan-san?" balas Ino ragu sambil melihat name tag milik Konan. Sementara Konan masih tersenyum.
"Ya," jawabnya. Konan benar-benar berbeda hari ini. Lihatlah penampilannya yang berbalut seragam pramugari itu. Seragam yang berupa terusan lima cm di atas lutut, lengan pendek, kerah yang agak lebar dan berwarna dark blue itu. Tak lupa scarf berwarna putih kebiruan yang melingkar di lehernya dengan bentuk pita yang saling tindih dibagian kiri. Rambutnya disanggul agak ke atas dengan menyisakan beberapa helaian yang membingkai wajahnya. Satu kata… cantik.
Satu persatu penumpang mulai masuk ke dalam pesawat tersebut. Setelah dibuat cengo dengan penampilan luar pesawat yang mungkin terbilang aneh dan menurut Pein itulah yang membuat Akatsuki Air berbeda. Kini penumpang kembali dibuat cengo dengan fasilitas yang ditawarkan. Dan suasana di dalam pesawat ini sungguhlah menakjubkan. Decak kagum kembali terdengar. Masih dengan foto-foto personil Akatsuki yang bertebaran tentunya.
"Em… maaf, ada yang bisa saya bantu?" ucap Tobi. Bersusah payah ia melafalkan kalimat itu selama seminggu terakhir. Akhirnya ia berhasil melafalkannya dengan lancar dan benar.
Seorang gadis berambut pirang yang tengah kesusahan memasukkan barangnya ke dalam bagasi, menoleh. Memastikan siapa orang yang menawarkan bantuan padanya. Dahinya mengernyit, sebelah alisnya terangkat matanya sibuk mengamati seseorang dihadapannya dengan seksama. 'Topeng lollipop itu?' batin Ino bertanya-tanya. "KAU!" pekik Ino.
Tobi terlonjak. "KYAA… Kau kan senpai yang waktu itu?" pekik Tobi.
Keduannya saling memandang sengit.
"Grr… kau kan yang waktu itu mengejekku 'ga gahool, tau senpai.' Iya, kan?" geram Ino.
"Kenapa, hah? Memang benar, kan? Dasar orang aneh!" Tobi membuang muka, tangannya bersedekap.
"Aa… berani kau—KYAA," pekik Ino.
DRUAK… BUK… GEDUBRAK…
Rupanya barang-barang yang berusaha Ino masukkan ke dalam bagasi terjatuh dan menimpanya. Yah, gara-gara ia ingin memukul Tobi, Ino lupa kalau sejak tadi tangannya menahan barang-barangnya itu. Dan tas ranselnya yang gembung itu terlepas dari tangannya. Entah apa isi tas itu, sehingga tas tersebut sangat gembung. Perlengkapan perempuan mungkin.
"Pfft! Ahaha…" Tobi terbahak.
"Ckh! Sial!" rutuknya. Ino perlahan berdiri. Masih dengan pandangan sengit ke arah Tobi. Matanya sibuk memasang deathglare mautnya. Tanpa aba-aba, ia memasukkan ranselnya ke dalam bagasi dan bergegas duduk di kursi penumpang. Memasang seatbelt dengan kasar. Ino memandang sebal ke luar jendela. Beruntung ia duduk di kursi dekat dengan jendela.
"Hei… sudahlah!" goda Gaara. Sakura terkikik.
"Jangan cemberut seperti itu, kau jadi terlihat jelek," goda Sakura kepada sahabatnya.
"Biarin," balasnya cuek.
oOo…oOo…oO0…
"Leader-sama," panggil Itachi.
"Hm?" jawab Pein. Mereka hanya berdua sekarang. Kenapa? Tentu saja karena mereka berada di ruang kendali utama, ruang pilot dan co-pilot. Ruangan yang hanya berisi banyak tombol-tombol yang entah apa nama dan gunanya.
"Aku punya satu permintaan," ucap Itachi.
Pein mengernyit, "Apa?" tanya Pein.
"Ini," Itachi menyodorkan sebuah kaset.
"Apa ini?" tanya Pein seraya menerima kaset yang diberikan Itachi.
"Itu rekaman suaraku. Tolong putarkan rekaman itu, setelah kita take off," pinta Itachi.
"Heh? Kau ini ada-ada saja!" Pein menghela napas. Ia tampak berbicara kepada salah seorang—yang entah siapa melalui microphone kecil yang tersambung dengan earphone—yang terpasang dikepalanya.
Tak berapa lama datanglah Konan. Pein langsung memberikan kaset rekaman itu. Konan mengangguk seolah mengerti apa yang Pein maksud dan beranjak pergi.
"Baiklah, kau siap, Itachi?" tanya Pein. Kali ini nadanya serius.
"Hm," Itachi mengangguk.
"Ingat! Kali ini serius, tidak main-main," ucap Pein. "Ada satu hal lagi yang perlu kau ingat. Kita sedang bertugas dan membawa ratusan nyawa manusia. Keselamatan mereka ada pada kita. Jadi, sekali lagi aku harap kau tidak main-main. Camkan itu!" sambung Pein panjang lebar.
"Hm! Aku mengerti!" jawab Itachi mantap. Pandangannya kini serius. "Aku tidak akan main-main."
oOo…oOo…oO0…
"Perhatian kepada seluruh penumpang Akatsuki Airlines, AKA-123. Sekali lagi, perhatian kepada seluruh penumpang Akatsuki Airlines, AKA-123. Beberapa saat lagi kita akan take off. Dimohon kepada para penumpang untuk memasang dan memastikan sabuk pengaman anda sudah terpasang erat. Sekali lagi, pastikan sabuk pengaman yang anda gunakan sudah terpasang erat. Barang-barang elektronik harap di non-aktifkan untuk sementara waktu. Dan yang berhubungan dengan uang, harap diserahkan kepada Kakuzu. Demi kenyamanan penerbangan. Terima kasih." Ya, kali ini suara Kakuzu. Aneh dan berhubungan dengan uang.
"Teme," panggil Naruto.
"Hn?" balas Sasuke.
"Aku mau ke belakang. Bagaimana ini?"
"Baka! Kita sudah mau take off. Nanti saja," ucap Sasuke.
"Tapi, aku sudah tidak—HUA…" pekik Naruto. Saat merasakan pesawat mulai bergerak.
"Pasang seatbelt-nya, baka!" geram Sasuke.
"Penumpang yang terhormat. Dalam beberapa saat lagi, pesawat akan segera take off. Sekali lagi kami ingatkan agar anda memastikan sabuk pengaman telah terpasang dengan benar dan kencang demi keselamatan dan kenyamanan penerbangan, un. Perlu kami ingatkan sekali lagi, un. Jangan tidak menggunakan seatbelt-nya, un. Nanti kalian—Huuua…. Dei! Pasang seatbelt-nya! Huaa… Hentikan pesawatnya, un…" terdengar himbauan yang gaduh dan kembali aneh. Hm, ternyata awak kabinnya tidak menggunakan seatbelt dengan benar. Payah.
Tak berapa lama, pesawat mulai berjalan dengan perlahan mengitari landasan pacu. Ketika sampai di ujung landasan pacu, pesawat memutar arah dan berhenti sejenak.
"Itachi, kau siap?" tanya Pein.
Itachi menatap Pein serius. Ia menganggukkan kepala. "Hm. Aku siap," ucapnya mantap.
"Lakukan!" perintah Pein.
"Baiklah!" Tanpa ba bi bu, Itachi mulai melakukan apa yang diperintah Pein. Sejenak ia memperhatikan tombol-tombol yang ada di sekelilingnya. Bukan beberapa tombol, melainkan puluhan bahkan ratusan tombol. Atau mungkin lebih. Itachi memutar otak, Pein tetap berkutat dengan apa yang mesti ia kerjakan. Suasana makin serius. Setelah menemukan titik temu, Itachi tanpa ragu memainkan jemarinya mengutak-atik tombol kemudi. "Yang ini. Lalu… em, ini. Setelah itu tekan yang ini, putar yang ini. Geser dan… done!" ucapnya.
Pein tersenyum, mengangkat jempolnya,
"Great! Good luck!" ucap Pein. Sekarang giliran Pein, ia menarik tuas yang ada di sampingnya. Pesawat mulai melaju, perlahan terangkat dan akhirnya berhasil take off dengan sempurna, meninggalkan Konohagakure Airport. Disusul dengan pesawat yang lain selang beberapa menit. Keduannya tersenyum puas. Tak terkecuali para penumpang. Ya, kecuali Naruto. Yang sejak tadi berniat ke belakang. Sementara Itachi dan Pein tersenyum lega sekaligus puas. Lalu, bagaimana dengan Akatsuki yang lain?
"Hah… akhirnya berhasil juga! Itachi-senpai dan Pein-senpai memang hebat!" bangga Tobi.
"Hum," respon Hidan.
"Lihat itu senpai! Wah, ada permen kapas berwarna putih! Pasti enak! Ambilin dong, senpai!" ucap Tobi penuh harap. Telunjuknya diarahkan ke segumpalan awan putih yang disebutnya permen kapas.
"Heh? Kau gila! Itu awan, baka! Kau mau kehilangan nyawa, un?" ucap Deidara yang kaget plus sweatdrop.
"Hah? Memangnya kenapa, senpai? Tinggal buka pintunya, terus ambil permennya. Kenapa harus kehilangan nyawa? Aneh," ucap Tobi polos.
GUBRAK
Bagaikan ditindih dengan gunung Fuji ditambah dengan gunung Krakatau ekstra Mount Everest, Deidara menepuk jidatnya.
"Hei, Dei! Sudahlah jangan kau ladeni terus. Biar dijelaskan seperti apapun dia tidak akan mengerti dengan mudahnya," ceramah Hidan.
"Yoi, mamen!" sahut duo Zetsu.
Mereka sekarang berada di ruang khusus awak kabin, yang memang letaknya terpisah dengan penumpang lain.
"Ayo, semuanya, kita bersiap!" ucap Kisame.
"Hm."
Mereka pun melepas seatbelt yang terpasang, dan mulai melakukan tugas masing-masing.
"Penumpang yang terhormat. Selamat datang di Akatsuki Air. Sebuah maskapai penerbangan terbaik di Konohagakure. Dalam penerbangan kali ini menuju Ottogakure, dengan lama waktu perjalanan sekitar empat jam dan kita akan terbang di ketinggian 10.000 kaki dpl. Kali ini, ditemani oleh pilot kita Yahiko Pein dan co-pilot Uchiha Itachi."
Muncullah wajah Pein dan Itachi pada layar monitor besar di dalam pesawat. Tak hanya itu, wajah keduanya juga muncul pada layar kecil yang terdapat disetiap kursi penumpang.
"Eh? Kok wajah mereka semua, sih!" ucap Ino.
"Mana ku tahu!" balas Gaara.
"Issh… kalian ini!"
"Pesawat ini dilengkapi dengan…" sepertinya tidak ada yang menghiraukan apa yang tengah dijelaskan oleh penjelasan operator pesawat, ya… kita sebut saja Konan.
Semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mulai dari mengotak-atik laptop, membaca buku, main games, membaca majalah fashion, dan yang terpenting adalah update status!
"Teme! Coba kau lihat ini. Semua status isinya tentang tour. Membosankan," ucap Naruto. Ia menyandarkan kepalanya pada kepala kursi, memalingkan wajahnya menatap keluar jendela. Sementara Sasuke masih sibuk dengan earphone-nya.
oOo…oOo…oO0…
Setelah beberapa saat setelah take off penuh kejadian aneh dari para awak kabin dan penumpang Akatsuki Air. Kini, suasana dalam pesawat mulai tenang. Karena, masing-masing penumpang tengah melakukan kesibukan masing-masing. Perjalanan menuju Ottogakure bisa dibilang cukup memakan waktu. Untuk menempuh perjalan dari Konohagakure menuju Ottogakure menggunakan jalur udara memakan waktu selama empat jam.
"Hai… hai… hai…" pekik seseorang tiba-tiba. Semuannya menoleh, tampak seorang pemuda yang memakai topeng lollipop berbalut pakaian pramugara. "Konnichiwa, Minna-san! Perkenalkan aku Tobi anak baek. Mungkin semuannya sudah kenal dengan Tobi, termasuk senpai menyebalkan itu!" ucap Tobi yang menunjuk ke arah Ino. Ino hanya mendeathglare-nya. "Nah, yang di sebelah Tobi ini, namanya Sasori-senpai!" sambung Tobi.
"Kyaaa… Saso-kun!"
"Kyaaaa…"
Tobi memandang sebal ke arah Sasori. "Issh… Diam semua! Kenapa sih pada teriak? Giliran Tobi ga ada yang teriak. Ish!" ucapnya sebal. Penumpang terdiam. "Tuh kan! Ya sudahlah kalau begitu. Baiklah, langsung saja, karena Tobi anak baek jadi, kali ini Tobi dan Saso-senpai akan memperagakan bagaimana caranya menggunakan alat-alat keselamatan dengan baik dan benar. Jadi, senpai semua jangan ribut ya! Lalu Tobi ma—"
"Kalau kau mengoceh terus kapan selesainya? Bisa-bisa pesawat ini jatuh duluan!" protes salah satu penumpang yang memotong ucapan Tobi.
"Iya-iya! Peraganya kali ini Saso-senpai!" ucap Tobi sebal kemudian mundur beberapa langkah di belakang Sasori.
Selang beberapa saat, terdengar suara rekaman yang berisikan petunjuk-petunjuk penggunaan alat-alat keselamatan yang ada di dalam pesawat. Bukannya mendengar petunjuk penggunaan, para penumpang khususnya perempuan malah sibuk memperhatikan tiap inchi gerak-gerik Sasori. Bahkan ada yang nekat memfotonya dengan kamera handphone maupun digital. Tak lupa jeritan yang menggema di dalam pesawat, semakin menambah kesan memekakkan dan entahlah. Seperti bukan dalam pesawat, lebih tepatnya seperti dalam konser penyanyi-penyanyi ataupun Boyband-boyband kelas dunia yang tengah melejit, naik daun, naik pohon, naik ranting dan naik dahan. Loh? Ada ya?
"Kyaa… kawaii~" pekikan dan jeritan semakin menambah riuh ketika Sasori mengakhiri peragaan keselamatannya. Diakhiri dengan kedipan mata sendu dan charming smile andalannya.
"Apa? Kok pada diam? Tadi ributnya seperti di pasar ikan. Kenapa sekarang pada diam, hah?" ucap Tobi sinis, merasa diabaikan. "Baiklah, karena tadi peragaan keselamatannya sudah. Sekarang Tobi mau mengadakan event khusus untuk semua penumpang! Oh ya, satu informasi lagi. Akatsuki Air itu paling unik dari pada yang lain. Sudah tahu kan?" tanya Tobi. Semua penumpang menggeleng. "Ih… dari tadi ga ada yang tahu semua, sih. Ya sudah, Tobi anak baek mau jelasin dulu. Ekhem, jadi selain dekorasi dan motif badan pesawat yang beda dari yang lain. Awak kabin kami juga beda dari yang lain. Kan tadi semuannya udah pada lihat! Di sini hanya ada satu orang pramugari, yaitu Konan-senpai. Sisanya pramugara semua. Mau tahu?" tanya Tobi mengalun.
"Yaaaa…."
"Baiklah… Tobi panggilkan… Awak Kabin Akatsuki Air…" pekik Tobi. Lalu muncullah para Akatsuki.
"Kyaaa…."
"Tuh kan teriak lagi!" umpatnya kesal.
"Terima nasibmu, nak!" ucap Sasori.
"Hu-um!" Tobi pundung.
oOo…oOo…oO0…
Para Akatsuki yang tersisa—maksudnya selain Itachi dan Pein, tengah duduk dan melakukan kegiatan yang tidak diketahui kejelasannya. Setelah tadi keluar hanya untuk memperlihatkan wajah mereka dan masuk kembali tanpa mengucapkan sepatah kata. Lalu, apa yang mereka lakukan sekarang? Mari kita intip…
"Kakuz… u…"
PLETAK
"Jangan memanggilku seperti itu, Hii… Daa… en…"
"Apa maksudmu, Kakuz… u…" balas Hidan yang kembali mengeja nama Kakuzu.
"Diamlah!"
"Ada apa, Ko… Na… en?"
"To… Bi…. Kontinyu, senpai!"
"Dasar orang-orang aneh, un! Hei, Sa… So… No… Dann… a…"
"Hei! Apa yang kalian lakukan disini? Tidak ada yang bertugas?" ucap Zetsu.
"Emangnya apa lagi yang harus dikerjakan?" tanya Hidan.
Zetsu menepuk jidat belangnya,"Kalian ini! Memangnya tidak bawa catatannya?"
"Ini ada, senpai!" ucap Tobi.
"Baca, Tob!" perintah Zetsu.
"To… bi… Kontinyu, senpai!"
"He? Itu To Be Continue! Cepetan baca!"
"Em… Anak cucu—eh, buah ku. Habis take off, perkenalkan diri kalian ya. Jadi, kalau pesawat ini jatuh, setidaknya kalian sudah dikenal. Walaupun lewat media masa. Tertanda, leader terganteng dan terkeren yang pernah ada. Pein no cakep."
"Pein no cakep? Berarti Pein tidak cakep, yak? Ahahaha…" tawa Hidan menggelegar. Membuat pesawat sedikit berguncang.
"Hidan… jangan tertawa seperti itu. Bisa-bisa kita masuk media masa beneran!" teriak Kakuzu yang mendekap hangat koper uangnya. Ia tetap berpegang teguh pada prinsip,'Biar mati sekalipun, uangku dalam dekapanku!' Jadi, dia rela mati berkali-kali, asalkan uangnya ada dalam dekapannya. Baginya, tiada hari tanpa uang dan tiada Kakuzu tanpa uang.
"Ahahahaha…. Hahaha…. Uwoo…" tawa Hidan makin menggelegar, mengakibatkan koper-koper Kakuzu terlepas dari dekapannya.
"My Money… Honey… Fulus… Uangku… Jangan lepas dan menjauh dari daku~" teriak Kakuzu. Sementara yang lain hanya bisa sweatdropped berjamaah.
"Aneh!" ucap mereka serentak. Bagaimana tidak aneh? Koper itu hanya terlepas dan jatuh tidak jauh darinya. Perlukah teriakan yang begitu, er… aneh dilontarkan?
"Hei, ayo kita keluar."
"I-i-iya, bentar."
oOo…oOo…oO0…
"Hai… Hai… Hai… Tobi anak baik! Tobi anak baik! Tobi anak baik! Tobi anak baik!Tobi anak baik! Tobi anak baik! Tobi…" sapa Tobi yang terus melafalkan sebuah kalimat aneh yang entah terbukti atau tidak kebenarannya.
"Sampai kapan ia akan meneriakkan kalimat aneh itu, un?" bisik Deidara kepada Konan.
"Paling tidak sampai hatinya benar-benar bahagia," balas Konan.
"Aku tidak yakin ia akan berhenti kalau tidak dihentikan, un."
"Biarkan dia sajalah."
"Tobi anak baik! T—" ucapannya terhenti. "Uhuk! Capek, ah! Haus dari tadi teriak terus," ucapnya seraya memegang lehernya. "Senpai, gantiin dong. Tobi capek, nih."
"Tidak bisa! Itu sudah perjanjian awal," ucap Hidan.
"Ayolah~ Nanti Tobi kasih satu juta Yen, deh!" rayu Tobi.
"Tidak bisa! Eh? Satu juta Yen?" ucap Hidan tersentak.
"Kenapa, senpai? Jadi, senpai mau?" ucap Tobi senang.
"Bukan itu! Biasanya ada yang cepat tanggap kalau soal Yen. Maksudku, ah! Kakuzu! Kemana dia?" tanya Hidan.
"Ho? Menyelamatkan Yen-Yen berharga miliknya. Paling sebentar lagi muncul," ucap Zetsu. Yang lain mengangguk.
Tobi menghela napas,"Jadi, bagaimana dengan satu juta Yen tadi, senpai?"
"Apa ada yang bilang satu juta Yen?" tiba-tiba Kakuzu muncul dari belakang.
Sementara para awak kabin Akatsuki tersebut berdebat aneh, para penumpang yang tadi sibuk dengan kegiatan masing-masing, beralih menatap perdebatan aneh yang membahas satu juta Yen dan Kakuzu itu.
"Sebenarnya, kita ini penumpang atau apa, sih?" tanya Ino.
"Mana ku tahu. Mereka itu aneh," jawab Gaara.
"Hah~ ternyata dia yang bernama Kakuzu itu, ya?" tanya Sakura yang menunjuk seseorang yang memakai cadar tersebut.
"Eh? Memangnya kenapa?" tanya Gaara bingung.
"Dia itu kan bendahara di Akatsuki ini. Dan orang yang sangat peka terhadap Yen," ucap Sakura.
"Oh, begitu ya. Aku baru tahu," celetuk Ino.
"Begitulah."
Nah, permasalahannya sekarang adalah, apakah perdebatan konyol itu masih terus berlangsung. Dan bagaimanakah nasib satu juta Yen yang ditawarkan Tobi? Akankah jatuh ketangan Kakuzu atau yang lain. Dan bagaimana sesi perkenalan mereka nantinya?
Hm, sampai sekarang, perdebatan itu masih terus berlangsung.
"Tobi anak baik! Tobi anak baik! Yang mau gantiin Tobi dapat satu juta Yen! Ayo-ayo!" ucap Tobi.
"Kau punya satu juta Yen, Tob? Wuih… aku mau gantiin, deh!" ucap Kakuzu yang mengangkat jempolnya ala guru Guy.
"Beneran?" tanya Tobi.
"Tentu saja! Tobi anak baik tidak pernah berbohong dan kalau bohong pasti terpaksa, senpai!"
"Baiklah! Aku terima!" ucap Kakuzu.
"Ok!" Tobi mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Kakuzu. Kakuzu yang saking senangnya akan diberikan satu juta Yen, hanya menurut dan ikut mengulurkan tangannya.
Tapi ternyata, Akatsuki yang lain malah terbelalak.
"KAKUZUU! JANGAAAAN!' pekik mereka.
"Eh?" Kakuzu tersentak. "HUAA… Tobi!"
"Ehehe…"
Dan para penumpang pun ikut sweatdropped melihat kejadian tersebut.
"Jadi, kapan kita akan sampai di Ottogakure?"
"Sekitar tiga setengah jam lagi. Masih panjang."
"Hah…"
oOo…TBC…oOo…