Chapter 1
"Hei, semuanya! Coba lihat ini!" teriak Naruto
sambil menunjuk selembar kertas yang
ditempelkan pada sebuah tiang listrik. Sontak
semua murid KHS berlari dan menghampiri
Naruto. Yap, sekarang sudah waktunya pulang
bagi semua murid KHS.
"Apaan sih, Naruto? Teriak-teriak gitu," ucap Kiba.
"Coba kau lihat ini!" perintah Naruto sambil
menunjuk selembaran yang tertempel. "Hei,
Teme! Cepat ke sini!" panggil Naruto. Nampak
Sasuke yang tengah berjalan dengan wajah
malas, menghampiri Naruto.
"Ada apa, Dobe?" ucapnya malas-malasan.
"Coba kau lihat ini!" tunjuk Naruto.
"Hn?"
"Bagaimana?" tanya Naruto.
"Telah dibuka Akatsuki Airlines. Sebuah
perusahaan penerbangan terbesar seantero
jagad. Dalam rangka hari jadi kami yang
pertama, dengan ini kami menjual paket promo
liburan dengan harga yang fantastis dan berbeda
dari yang lain. Dan, bla…. bla…. bla…. Segera
hubungi kami di 08XXXXXXXXXX! Buruan tiket
terbatas. Kesempatan hanya sekali dan tidak akan
diulang lagi. Karena kalau sering-sering
bangkrutlah kami! Hahaha…. tertanda Kakuzu.
Heh?" raut wajah Sasuke seketika berubah.
"Promosi macam apa ini? Katanya terkenal
seantero jagad. Tapi, nempelnya di tiang listrik.
Gag modal amet," gerutu Sasuke.
"Itulah hebatnya kami, un!" ucap seseorang yang
tiba-tiba saja muncul dengan jubah hitam
bercorak awan merah. Dengan rambut pirang
panjangnya dapat diketahui kalau ia Deidara.
"Hah? Kau! Siapa kau?" ucap Naruto yang tampak
kaget melihatnya.
"Waah, kakak cantik," ucap Kiba yang tersepona–
eh–terpesona dengan kedatangan Deidara.
"Baka! Aku ini cowok tahu, un!" omel Deidara.
Kiba langsung pundung di ujung jalan. "Eh?
Kenapa dia?" tanya Deidara. Naruto dan Sasuke
mengangkat bahu tanda tak tahu. "Biarkan
sajalah! Jadi, bagaimana? Apa kalian tertarik, un?"
tanya Deidara yang menyender di tiang listrik
karena ga ada tempat buat nyender lagi.
"Bagaimana ini, Teme?" tanya Naruto pada
Sasuke.
"Hn? Kenapa jadi aku?" jawab Sasuke bingung.
"Apa kau tertarik, eh? Kalau kau mau, aku akan
ikut," tambah Naruto.
"Memangnya kenapa? Apa hubungannya
denganku?" tanya Sasuke. Deidara hanya diam
memperhatikan Sasuke dan Naruto. Dalam hati ia
komat-kamit baca mantra tanpa segelas air putih
yang memang sangat ia butuhkan sekarang ini.
Bukan untuk nyembur pasien, tapi memang saat
ini ia kehausan karena teriknya matahari. Kalau ia
pulang tanpa bawa calon penumpang, habislah
ia.
….O….O….O….
Di tengah perjalanan pulang, Ino dan Sakura
bertemu dengan seorang pemuda berambut
merah dan memakai jubah hitam motif awan
merah. Sama seperti Naruto dan Sasuke yang
tiba-tiba dihampiri oleh Deidara yang
menawarkan promo penerbangan 'Akatsuki Air',
hanya saja kali ini berbeda. Selembarannya tidak
ditempel dan tidak juga disiarkan di televisi,
melainkan langsung dibagi.
"Konichiwa!" sapa orang itu. Dengan canggung,
Sakura dan Ino membalas sapaan pemuda itu.
"Konichiwa. Tolong jangan culik kami. Besok
akan ada ulangan harian, kalau kami tidak datang
pasti Orochi-sensei akan menghukum kami
menghitung sisik ular kesayangannya. Aku
mohon," melas Ino. Sakura sweatdrop.
"Eh? Siapa yang mau nyulik kalian? Memangnya
aku terlihat seperti penjahat?" tanya pemuda itu.
"Tidak juga, sih. Tapi kalau di komik kesukaanku,
ada penjahat yang mirip denganmu.
Memangnya ada apa?" tanya Ino.
"Syukurlah. Ah, perkenalkan, aku Akasuna no
Sasori. Cukup panggil aku Sasori saja," jelas
pemuda itu yang ternyata bernama Sasori.
Sebenarnya sih ga nyambung sama
pertanyaannya.
"Bukan itu maksudku! Aku bukan menanyakan
namamu, tapi apa yang ingin kau katakan tadi?"
jelas Ino sekaligus bertanya.
'Sasori baka! Tetap tenang…' batin Sasori.
"Gomen. Aku hanya memperkenalkan diri
supaya tidak mencurigakan dan lebih
meyakinkan. Jadi begini, kami dari Akatsuki
Airlines ingin menawarkan promo penerbangan
dalam rangka hari jadi kami yang pertama. Ini
selembarannya, silahkan dibaca. Apa kalian
berminat?" promosi Sasori.
"Dibaca aja belum," ucap Ino enteng. Tanpa ia
sadari sekarang tampak perempatan di dahi
Sasori.
'Sabar Sasori. Ingat pesan Kakuzu tadi. Kalau kau
pulang tanpa membawa calon penumpang…
maka…'
GLEK. Sasori meneguk ludah.
"Ehehe… silahkan dibaca dulu," ucap Sasori
dengan tawa yang dipaksakan, sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya
tidak gatal.
"Hm? Bagaimana forehead? Apa kau mau?" tanya
Ino pada Sakura. Sakura mengangguk. "Baiklah
kebetulan sekali minggu depan liburan. Baiklah
kami mau. Tapi tunggu persetujuan yang lain
dulu,"
"Baiklah. Kalian dari KHS, kan?" tanya Sasori
"Iya," jawab Sakura
"Ku dengar KHS akan mengadakan tour akhir
tahun, benar tidak?" tanya Sasori lagi.
"Iya. Dan, tahun ini tournya giliran kelas XI,"
jawab Sakura. "Bisa dibilang angkatan kami,"
lanjutnya.
"Oh, begitu. Baiklah! Terima kasih atas infonya,
ya! Jaa… sampai bertemu lagi," pamit Sasori yang
langsung melengos pergi. Sementara itu, Sakura
dan Ino saling tukar pandang dan mengangkat
kedua bahu mereka. Dalam hitungan detik
mereka pun berbalik dan kembali melanjutkan
perjalanan pulangnya.
"Hei Ino, memangnya yang lain mau ikut?" tanya
Sakura.
"Entahlah, forehead. Memangnya kenapa?" balas
Ino.
"Tidak. Aku hanya merasa aneh saja. Selama ini
aku belum pernah dengar tuh yang namanya
Akatsuki Air," ucap Sakura curiga.
"Benar juga, ya. Aku juga belum pernah dengar.
Tapi, ya sudahlah," balas Ino. "Emang aku
pikirin!"
"Hm, memangnya tahun ini tournya kemana,
sih?"
"Oh, kalau tidak salah sih ke Ottogakure,"
"Ottogakure ya?"
"He-eh, memangnya kau tidak tahu, forehead?"
"Ya, begitulah. Kabar terakhir yang kudengar, kita
akan ke Sunagakure,"
"Hah? Sunagakure? Yang benar saja! Liburan kok
di padang pasir,"
"Ehem," terdengar suara deheman seseorang.
Tapi, Ino masih saja melanjutkan kata-katanya. Ia
tidak perduli, karena menurutnya itu suara
deheman Sakura.
"Kau tahu forehead, berapa tong air yang kita
butuhkan kalau kita liburan di Suna? Berapa
banyak sunblock yang harus kupakai? Huh,
merepotkan sekali. Kalau saja Tsunade-sensei
merekomendasikan tour kita ke Suna, aku tak
ak–"
"Ehem. Kalau tour tahun ini ke Sunagakure, maka
aku tak segan-segan menjemurmu di tengah-
tengah padang pasir dan tak akan aku berikan air
setetes pun. Apa kau mengerti, Yamanaka?" ucap
orang itu yang ternyata adalah Gaara! Uwooo!
Ada Nii-channya author! *ditendang readers*
"Ga–Gaara! Ehehe… peace! Damai itu indah," elak
Ino. Yang benar saja, ia harus melawan Gaara
yang notabene adalah panitia penyelenggara
tour. Bisa-bisa namanya di coret dari daftar.
"Huh, kau juga Ino. Sudah tahu ia dari Suna.
Masih saja kau teruskan ucapanmu," omel
Sakura.
"Tapi, aku tidak tahu kalau ia di belakang kita
forehead," bela Ino.
"Hah, mau bagaimana lagi. Hei Gaara,
memangnya apa isi gentong ini?" tanya Sakura.
"Dokumen dan data-data siswa yang ikut tour.
Memangnya kenapa?"
"Tidak. Hanya saja, kenapa kau tidak
menggunakan tas atau apa gitu selain gentong
ini?"
"Males banget. Kalau pakai tas, muatnya dikit.
Selagi ada gentong yang ga dipakai, ya sudah ku
ambil saja," jawabnya enteng. Seketika readers,
author dan main chara sweatdroped. Secara!
Masa ganteng-ganteng pake gentong? OMG! Nii-
chan, kau mempermalukanku. *plakk
"Pake gentong? Idih, aneh banget tuh orang,"
gumam Ino, kali ini Gaara tidak mendengarnya
karena berada beberapa langkah di depan
keduannya. Sepanjang jalan, tak ada yang
memecah keheningan. Ketiganya diam, hanyut
dalam pikiran masing-masing. Hingga seseorang
datang. Seseorang dengan topeng lollipop
oranye, Tobi, datang dan teriak-teriak ga jelas.
"Hai… hai… hai… Tobi anak baek! Tobi anak baek!
Iya kan, senpai?" pekik Tobi kepada seseorang
disebelahnya. Gaara, Ino dan Sakura terdiam di
tempat dengan wajah yang tak elit. Mulut
menganga atau bahasa kerennya cengo melihat
tingkah Tobi yang bisa dibilang, ehm… autis.
"Kalian siapa?" tanya Sakura bingung.
"Eh? Jadi kalian ga kenal sama Tobi?" tanya Tobi.
Ketiganya menggeleng. "Huwe… senpai…
mereka… mereka jahat! Masa ga kenal sama Tobi.
Kalian kejam!" rengek Tobi sambil memukul-
mukul tiang listrik. "Huwe… sakit, senpai! Tangan
Tobi sakit!" rengeknya lagi.
"Eh?" Sakura, Gaara dan Ino makin bingung saat
ini. Yang benar saja ada orang seaneh Tobi tepat
di depan mereka. Bahkan lebih parah dari Naruto.
"Tobi! Kau ini! Malu-maluin, ah! Ehehe… maaf ya!
Harap dimaklumi!" ucap seseorang disebelah
Tobi. "Em, ini! Kami hanya ingin memberikan
selembaran ini. Silahkan dibaca!" lanjutnya sambil
menyerahkan selembaran tersebut.
"Akatsuki Air? Bukannya ini selembaran yang
dibagikan orang berambut merah itu, ya? Siapa
namanya? Sa-sa-sa," Ino tergagap mengingat
nama pemuda berambut merah yang tadi ia
temui di jalan.
"Sasori?" ucap orang disamping Tobi yang
memakai jepit rambut bunga di kepalanya,
Konan.
"Ah, iya dia. Kalian kenal?"
"Tentu saja. Ia rekan kami," jawab Konan.
"Oh, begitu ya,"
"Kalau begitu, kami pamit dulu, ya. Masih banyak
selembaran yang harus kami bagi," pamit Konan.
"Ayo, Tobi!"
"Ba-baik, senpai. Jaa semuanya. Tobi anak baek
pamit dulu, ya!" pamit Tobi.
"Ah, iya. Hati-hati, ya!" balas Sakura.
"He-em. Kalian semua, Titi DJ ya!" sambung Tobi.
"Apaan tuh Titi DJ? Bukannya itu nama penyanyi,
ya?" ucap Ino yang memang ga tau maksud dari
Titi DJ tersebut.
"Ih, senpai cantik-cantik kok ga gahol, seh!" sindir
Tobi.
"Eh? Apa kau bilang?" ucap Ino sewot.
"Iya. Senpai cantik-cantik kok ga tau apa itu Titi
DJ. Gak gahol banget tau ga sih!" ejek Tobi lagi
dengan gaya yang terbilang, ekhem… gahol bin
lebay.
"Emangnya apaan?" Ino tampak tak terima diejek
seperti itu.
"Titi DJ itu, hati-hati di jalan, senpai!" jelas Tobi
sambil mengangkat-angkat jari telunjuknya.
'Sial! Awas kau, ya!' geram Ino dalam hati. "Oh,
begitu," ucap Ino dengan senyum yang
dipaksakan. Sementara itu, Gaara dan Sakura
yang melihatnya tampak menahan tawa mereka
yang tampaknya akan…
"Mbuahahahahahaha…" pecah atau bahasa
kerennya jebol. Nah lo, satu korban Tobi hari ini,
Yamanaka Ino.
"Arrghhh… Kalian…" Ino yang sudah tak tahan
lagi, meluapkan emosinya.
1… 2… 3…
BLETAK
"Aduh…" Nah lo, kejadian kan. Yap, readers tau
sendiri lah, pasti dijitak. Kalau dijewer, kan
bunyinya ga gitu. Hahaha… hmmph*dibekep
readers*
….O….O….O….
At Markas Akatsuki…
Semua anggota Akatsuki kini tengah terkulai
lemas tak berdaya di atas sofa empuk yang baru
saja dibeli oleh Kakuzu kemarin. Semuanya
tampak sibuk merenggangkan otot-otot tubuh
yang kram akibat berkeliling Konoha demi
menawarkan promo Akatsuki Airlines dan juga
demi menyelamatkan masa depan mereka yang
terancam oleh janji-janji keramat extra pahit
Kakuzu(?).
"Bagaimana hasilnya?" tanya Pein selaku leader
dari Akatsuki.
"Yah, lumayanlah. Tapi, aku memiliki sedikit info
dan mungkin akan sangat berguna," ucap Sasori.
"Apa itu?" tanya Pein.
"Jadi begini. Tadi, ada dua orang murid KHS yang
berkata padaku kalau akan diadakan tour yang
memang rutin dilaksanakan tiap tahunnya di
KHS. Namun, ya, mereka belum mendapatkan
transportasi," jelas Sasori.
"Hm, bagus juga. Kurasa ini bisa jadi target
utama kita," Pein manggut-manggut. "Apa kau
tahu ke mana kira-kira mereka akan tour?"
"Kalau tidak salah ke Ottogakure,"
"Ottogakure ya," ucap Pein sambil manggut-
manggut (lagi), ga tau deh entah ngerti atau
engga. "Baiklah, kurasa Akatsuki Air akan segera
diterbangkan," ucap Pein mantap.
"Maksudnya, leader-sama?" tanya Itachi yang
tampak tak mengerti.
"Ya, tunggu apalagi. Minggu depan, Akatsuki Air
akan diterbangkan."
"Ta-tapi, kita kan tidak punya awak pesawat.
Bagaimana mungkin pesawatnya bisa terbang?"
ucap Itachi.
"Tentu saja bisa," jawab Pein.
"Heh? Lalu siapa yang akan menjadi awaknya?"
tanya Itachi lagi.
"Tentu saja kalian. Memangnya siapa lagi?" ucap
Pein enteng. Sambil bersedekap, meremehkan
resiko yang mungkin bisa terjadi. Hedeh, ini
orang! Ckckckck… -_-
"APA?" semua anggota Akatsuki terlihat syok
minus Pein dan Tobi.
"Kau gila, leader-sama! Bagaimana mungkin kami
bisa menerbangkannya!" bentak Itachi.
"No… no… no…. Tentu saja bukan kalian semua,"
ucap Pein. Yang lain menghela nafas lega. "Tapi,
Itachi dan aku yang akan menjadi pilot dan co-
pilot nya. Bagaimana?" sambung Pein. Itachi
langsung jantungan. "Hoy Itachi! Jangan acting
gitu deh! Basi tahu!" Itachi langsung bangun dan
nyengir ga jelas.
"Diangetin, senpai!" sambung Tobi.
Oh, pura-pura ternyata.
"Terus caranya gimana?" tanya Itachi.
"Ya belajarlah. Di mana-mana juga orang kalau
ga bisa pasti belajar. Anak TK aja belajar. Masa
kita kalah. Hello… Akatsuki kalah sama anak TK?
Apa kata dunia?" jawab Pein sangat enteng
mengikuti iklan pajak.
"Ha ha ha… lucu?" Itachi sewot.
"Menurutmu?"
"Aarrrghhh!" Itachi teriak frustasi dan langsung
lari masuk ke dalam kamarnya. Alhasil, pintu lah
yang menjadi pelampiasannya. Anggota lain
hanya mentapnya sambil menahan tawa.
"Yaah… Ngambek!" ledek Kisame.
"HAHAHAHAHAHA…" tertawalah mereka semua.
Reaksi yang jarang mereka tampakkan di depan
masyarakat umum. Kecuali Tobi, lain hal bila ia
menjadi seorang yang kalem bak putri raja.
Bayangkan aja Tobi jalan di catwalk dengan
anggunnya menggunakan kebaya, sanggul dan
ah, sudahlah intinya neh saja gitu.
"Hahaha… ha-ha- aha… ha… ha," Kisame masih
tertawa padahal yang lain sudah diam. Seketika
tawanya terhenti ketika mendapat deathglare dari
semua anggota Akatsuki (-Itachi).
"Ayo, lanjutkan lagi ketawanya! Ahaha… ahaha..
ha, cepat!" ucap Pein. Kisame bergidik ngeri.
"Ah, tidak usah, leader-sama!" ucap Kisame.
"Haha… haha… sudah puas ketawanya?"
"Ti–tidak, leader-sama," ucap Kisame sambil
menunduk.
"Kenapa? Tertawa saja, silahkan!" ancam Pein.
"…" tak ada jawaban.
"Hmmphfht…" terdengar suara menahan tawa.
"Apa? Siapa yang nyuruh kalian tertawa, hah?"
Pein tampak marah.
"Tidak ada leader-sama," jawab mereka. Pein
beranjak dari sofanya dan berjalan mengelilingi
semua anggota Akatsuki yang tengah berdiri
dengan wajah menunduk layaknya
mengheningkan cipta ketika upacara bendera
berlangsung setiap senin pagi, kalau tidak hujan
tentunya.
"Itachi… Kemari kau!" panggil Pein dengan suara
yang terbilang horror. Itachi langsung berlari dan
berbaris di sebelah Kisame dengan wajah yang
juga tertunduk. Pein tampaknya sangat marah
sekarang. Lihat saja, semuanya tak berkutik
bahkan ada yang hendak meneteskan air mata.
"Jangan nangis! Cengeng sekali," bentaknya tepat
di wajah Deidara. Alhasil, Deidara yang semula
menahan air mata agar tidak jatuh pun sia-sia,
tubuhnya bergetar hebat sekarang ini.
"Menangis… menangis saja yang kalian bisa. Mau
jadi apa kalian ini kalau bisanya hanya menangis,
menangis dan menangis, hah? Bangga kalian?"
semprot Pein sejadi-jadinya.
"…"
"…"
"…"
"…."
Tuh kan, diem semua. Wah, serem nih jadinya.
Pein yang tiba-tiba saja berubah, membuat
semua yang ada di ruangan itu merinding.
"Apa lihat-lihat, hah!" bentak Pein. Sasori yang
tadi curi-curi pandang melihat rekan-rekannya
terdiam, mengurungkan niatnya. "Apa kalian
tahu? Apa kalian tahu, kalau selama ini aku selalu
menahan emosiku dan berusaha sabar meladeni
kalian? Tak pernah sedikit pun kalian
memperdulikan aku, kan?" curhat Pein.
KRAUK… KRAUK…
"Kau juga author! Tenang sedikit dan jangan
memotong ketika aku sedang berbicara!" bentak
Pein pada author. Lah? kok author juga
dimarahin? *plakk
"…"
"…" Sunyi senyap bak kuburan di malam Jum'at
kliwon, sekarang menyelimuti ruang keluarga(?)
Akatsuki. Tak ada yang berani bersuara, kecuali
Pein.
"Kalian tidak peduli, kan? Mulai sekarang… aku…"
"Leader-sama," gumam Konan.
"Uhuk-uhuk," Zetsu terbatuk-batuk.
"Nih, minum obat batuk! Dalam hitungan detik
pasti dahaknya langsung encer," ucap Pein yang
entah kenapa langsung melemparkan satu botol
kecil obat batuk merk 'BOH'.
"Eh?"
"Sudah? Baiklah, aku lanjutkan," ucap Pein. "Mulai
besok, kalian akan ku ajarkan dengan prinsip
disiplin, dengan kata lain cara keras," lanjut Pein.
"Hah?" yang lain kembali kaget dan syok.
"Ya, kalian harus mematuhiku. Kalau kalian
melanggarnya, lihat saja nanti konsekuensinya.
Mulai besok kita akan mulai pelatihan awak kabin.
Dan ingat! Aku yang nanti akan menjadi
instruktur kalian! Bwahahaha… Kalian akan mati
ditanganku!" ucap Pein sangat mantap dan
mengepalkan kedua tangannya.
Michika ni aru mono
Tsune ni ki wo tsuketeinai to
Amari ni chikasugite
Miushinatte shimaishou
Tiba-tiba saja handphone Pein berdering. Dengan
gaya alay bin lebay, ia pun mengangkat
handphonenya dan menjauh mencari tempat
yang tenang untuk menelpon. Beberapa saat Pein
pergi, mereka langsung saling tukar pandang
dan… berlari menuju Pein dengan mengendap-
endap.
"Ah, iya. Baiklah, besok saya akan segera ke
sana. He-em, Arigatou," Pein mengakhiri
percakapannya. Semua anggota Akatsuki
langsung berlari menuju tempat semula.
Sepertinya ini pembicaraan yang serius.
BUK… BUK…BUK…
TAP… TAP… TAP…
BUK… BUK… BUK…
TAP… TAP… TAP…
GEDUBRAK…
GLINDING…. DUK… DUK… DUK
"Aduh, sakit. Senpai tolongin,"
Ternyata yang tadi itu suara Tobi! Oalah! Tuh
anak jatuh menggelinding di tangga. Karena
mereka semua terburu-buru dan jubah tobi yang
memang kebesaran membuatnya jatuh gara-
gara keinjek ujung jubah hitamnya sendiri. Dan
akhirnya… jeng… jeng… jatuhlah Tobi dengan
efek samping sakit pada kakinya dan kepalanya
yang menghantam dinding.
"Eh? Bunyi apaan, tuh?" ucap Pein curiga. "Siapa
di sana?" tanya nya lagi. Semua anggota Akatsuki
(-Pein) langsung gemetaran, bingung dan takut
kalau mereka ketahuan nguping. Tiba-tiba
muncul bohlam dari kepala Itachi.
"Meaow… aku kucing," ucap Itachi dengan suara
yang menyerupai kucing jadi-jadian. Menurut
sebagian orang bahkan author sendiri
menyadarinya, alasan yang dibuat Itachi
sungguh tidak masuk akal. Namun apa daya,
author tak kuasa dan mentok alasannya, ya itu
tadi. Ga masuk akal a.k.a gaje. Masa ada kata-
kata, 'Aku kucing'. Okey, back to the story!
"Oh, kucing," ucap Pein tak sadar. "Eh? Kucing
kok bisa ngomong?" tanya Pein bingung plus
cengok.
"Eh? Aku kucing stalker. Ih, apa yang ga mungkin
sih di jaman sekarang. Jangankan kucing bisa
ngomong, kucing lari saja bisa, kok. Meaow…"
lanjut Itachi ngawur masih dengan suara yang
dibuat-buat. Yang lain hanya bisa terkekeh dalam
hati.
Hebatnya, Pein bisa-bisanya percaya sama
omongan Itachi yang kelewat akal. "Oh, begitu
ya," ucapnya. Tanpa menghiraukan lagi, Pein
berjalan ke arah dapur. Sekedar membasahi
kerongkongannya yang kering sehabis berbicara
dengan kucing keriput jadi-jadian. *dibakar
Itachi*
Kesempatan baik itu, digunakan para Akatsuki
untuk kembali ke ruangan mereka berkumpul.
Sebelum Pein kembali tentunya.
"Ahaha… kau ini ada-ada saja, Itachi. Mana ada
jaman sekarang kucing bisa ngomong. Dongeng
kali, hahaha…" tawa Hidan. "Demi Jashin-sama,
ini sungguh aneh, ahaha…" lanjutnya.
"Sampai Kakuzu jadi dermawan dan rajin
menolong pun ga bakal ada," ledek Konan.
Kakuzu memonyongkan bibirnya. Biasa kesel.
*dicincang Kakuzu*
"Tapi, bisa-bisanya leader-sama percaya sama
omongannya Itachi-senpai!" ucap Tobi.
"Kebanyakan mikirin pearching kali," celetuk
Sasori yang langsung mengundang tawa
Deidara.
"Hahaha… leader-sama, leader-sama!" Deidara
geleng-geleng kepala.
(Catatan: Apabila kalian mencurigai
sesuatu, usahakan untuk menganalisanya
terlebih dahulu. Jangan mudah percaya
dengan alasan yang tidak masuk akal.)
'Oh, ternyata mereka, ya?' batin Pein yang
sekarang berada di balik pintu. 'Pantas saja tadi
ada kucing ngomong. Eh, ternyata si kakek
keriput itu?'
"Ekhem. Jadi, kucing hebat yang bisa ngomong
itu, Itachi ya? Ternyata jaman sekarang ada
kucing jadi-jadian yang keriputan, ya?" cibir Pein
yang langsung membuat semua yang berada di
ruangan tersebut terdiam namun tak terpaku(?).
Kisame yang berada di sebelah Itachi pun
menyenggol-nyenggol lengan Itachi, tapi Itachi
tetap tak bergeming. Merasa dikacangin Itachi,
Kisame melampiaskannya kepada Konan dengan
cara menendang-nendang kaki Konan. Berbeda
dengan Itachi, kali ini Konan membalasnya
dengan cara menginjak kaki Kisame. Alhasil,
Kisame hampir berteriak, tapi dengan sekuat
tenaga ia menahannya.
"Ku-kucing? Kucing apa leader-sama?" tanya
Itachi mengalihkan pembicaraan.
"Kucing jadi-jadian. Hiy… serem…" acting Pein
pura-pura ketakutan.
"Hiiiy…" ucap yang lain.
"Dan tampaknya ia berkeliaran di sini," ucap Pein
menakut-nakuti yang lain. Tampak semuanya
bergidik ngeri (-Pein), bukan takut karena cerita
Pein, tapi takut terhadap Pein yang auranya mulai
berubah. Pasti akan berakhir pahit, sepahit janji-
janji keramat Kakuzu. *ditabok Kakuzu*
'Bersiap-siaplah kalian! Tunggu saja besok,
hahahaha…'
….oOo…TBC…oOo….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar