By: kikurocchi
Anak-anak Akatsuki dapet tugas bikin puisi dari guru bahasa dan sastra,
Pak Jiraiya. Puisi terbaik akan memperoleh kejutan yang mengejutkan (?).
Intip yuk kegiatan mereka
Rated: Fiction T
PUISI
Rated : T+ (salahkan puisinya Pein #plak)
Chara : All Akatsuki Member
Genre : Humor/Parody
Disclaimer : Punya kakek buyut gue #dipendem, maksud saya punya Om
Masashi -.-
Warning : OOC, bahasa gahoel, EYD dikiiitt, mengandung konten agak
dewasa, AU, garing, DLDR J
Summary : Anak-anak Akatsuki dapet tugas bikin puisi dari guru bahasa
dan sastra, Pak Jiraiya. Puisi terbaik akan memperoleh kejutan yang
mengejutkan (?). Intip yuk kegiatan mereka J
" UAPAAAHHH?!"
" CIYUUUUSSS...!"
" TEDAAAAAKKKK!"
" OH Noooo... YES! Eh, NOOOOO!"
Berbagai macam teriakan yang dihasilkan oleh 9 makhluk penghuni kelas
X-Z berhasil membuat Pak Jiraiya, guru bahasa dan sastra, mendadak tuli.
BRAKK! Jiraiya menggebrak meja, membuat kelas hening seketika.
" Biasa aja woy! Tugas kalian cuma bikin puisi, bukan skripsi." Jiraiya
mulai emosi.
Pein, cowok jabrik berambut orange, selaku ketua kelas X-Z langsung ngomong.
" Gue nggak bisa bikin puisi nih," ujar Pein yang nggak punya rasa
hormat sedikitpun sama Pak Jiraiya.
" Terserah, tapi tugas ini wajib. Dilarang nyomot dari internet, nyontek
dari majalah, nggak boleh dibikinin sama tetangga, bla bla bla.. Paham?"
Jiraiya menatap kesembilan murid penghuni kelas X-Z, kelas paling pojok
dan terkucilkan, dimana isinya murid-murid nggak bener.
" Kalo dibikinin sama babu gue boleh dong, ya? " celetuk Uchiha Itachi,
cowok super tampan, super tajir, super cerdas, dan super kece. Sayang,
terkadang kecerdasannya nggak bisa menolongnya dalam hal memilih teman -.-
" Curang lu! Mentang-mentang kaya dan punya babu segudang," kata Kisame,
remaja blasteran ikan, yang juga sohib kental Itachi, protes nggak terima.
" Gue pinjem babu lu satu, Chi. Ntar gue balikin." Deidara, cowok yang
hobi membuat, menjual, dan menyalakan petasan itu ikut nimbrung.
Dan semua anak-anak Akatsuki pun sukses merayu Itachi agar mau
meminjamkan babu-babunya. Hidan yang emosi karena dicuekin Itachi cuma
bisa mukul-mukul meja, kursi, dan laci. Kakuzu bahkan sempat menarik
rambut si sulung Uchiha sehingga rambut hitam nan lebat miliknya tergerai.
" Balikin kuciran gue!" bentak Itachi kesal sambil megangin rambutnya
supaya nggak berkibar kayak bendera.
Kakuzu cuma melet. " Pinjemin dulu babu lu."
Itachi gemas. Dikejarnya sosok remaja berwajah kakek-kakek yang tak
pernah melepas cadarnya sekalipun tersebut.
" BERHENTI WOYYYY! Uchiha! Ini bukan syuting film India. Kalo mau
kejar-kejaran, sono di pelataran rumah Bu Yanto (?), yang lain
DIAAAAAMM!" Jiraiya tambah frustasi. Setelah suasana kelas kembali
tenang, Jiraiya mulai ngoceh lagi,
" Kuulangi lagi, ralat maksudnya. Nggak boleh dibikinin sama siapapun,
entah itu tetangga, babu, ortu, kakek, nenek, buyut, cucu, waria,
hombreng, dll. Karya harus orisinil, dan ditulis pake tulisan tangan
asli, bukan tangan palsu. Oke, clear? Minggu depan harus sudah ada di
atas meja kantor," ujar Jiraiya panjang lebar.
" Kalo di atas kursi?" celetuk Sasori, remaja super cute tapi rada telmi.
" Di bawah lemari?" tambah Zetsu, remaja blasteran tumbuhan.
" Di atas rak?" Pein tak mau kalah.
Jiraiya yang mengalami siksaan mental tak berkesudahan memutuskan untuk
meninggalkan kelas bak neraka yang diajarnya. Untuk beberapa saat tak
ada ocehan ataupun celetukan. Semua sibuk mikirin gimana cara bikin puisi.
**Rumah Uchiha Itachi yang super mewah kayak rumahnya Nazar&Muzdalifah**
Sudah lebih dari 4 jam cowok bermata /onyx/ itu memandang kertas putih
polos di hadapannya. Tangan kanannya memegang bolpen, sementara tangan
kirinya memegang penghapus. Saking stressnya sampe nggak bisa bedain
mana tipe-ex dan mana penghapus.
" Kalo cuma diliatin doang nggak bakalan selesai. Emang dengan diliatin
bakal muncul tulisan dan kata-kata puitis? Baka aniki!" olok Sasuke,
adik semata wayang Itachi yang hobi main lompat tali. Kebetulan Sasuke
baru aja dari KM, sekalian aja mampir ke kamar kakaknya.
" Terus gue harus gimana Sas? Gue bingung, bimbang, galau, rasanya ingin
mati saja," kata Itachi sendu bin melas.
" Mati aja loe," kata Sasuke kejam. Baginya, melihat Itachi yang
menderita adalah pemandangan terindah dalam hidupnya.
" Sas, elu kan pinter bikin puisi. Ajarin gue, plisss! Ntar gue beliin
tali yang baru deh buat maenan lu. Gimana? Plis Sassssss. Waktu gue
tinggal 604.800 detik lagi," ujar Itachi.
Sasuke diem, mikir-mikir. Lumayan juga dapet tali baru, kebetulan tali
miliknya sudah usang dan /mreteli/. Setelah 2 jam lebih 10 detik mikir,
akhirnya Sasuke mengangguk setuju.
" Oke deh! Tapi inget janji loe. Kalo menurut gue, mending lu pilih
salah satu bagian tubuh lu yang lu sukai. Kemarin waktu pelajaran bahasa
dan sastra kelas gue juga dapet tugas suruh bikin puisi. Puisi gue
berjudul " Tangan dan Kaki Bicara " dan gue dapet 100! Keren kan?
Wakakakkaka" ujar Sasuke bangga sambil pindah posisi duduk di tepi
ranjang milik Itachi, coz pegel kelamaan jongkok di depan pintu daritadi.
" Eh, bagus juga ide lu Sas! Gilaak gue langsung dapet inspirasi! Oke,
gue mau nulis. Yihaa!" seru Itachi semangat.
Krakk! Terdengar bunyi aneh yang membuat Sasuke kaget.
" Ta..tangan..gue..k..kram, Sas," kata Itachi terbata, sementara tangan
kanannya tertahan di udara, tak bisa digerakkan. Sasuke cuma bisa
/sweatdrop/ dan berlalu meninggalkan kamar kakaknya dengan tawa bejat
yang menggema.
**Kost-kostan Deidara, Sasori, dan Tobi**
" Hihihihi... Hihihi...," Sasori terkekeh geli saat melihat tayangan
Barbie Series di chanel Terselubung TV. Tobi yang duduk di samping
Sasori pun ikut-ikutan ngikik meski nggak se-akut Sasori.
" Hihi, keren deh Barbie-nya bisa terbang!" ujar Sasori kagum dengan
mata berbinar.
" Iya, senpai! Hihi, kan ada sayapnya. Amaaaann," timpal Tobi sambil
memperagakan gaya terbang si Barbie.
" Betul, Tob! Harus ada sayapnya supaya nggak tembus dan bocor ke
samping," Sasori mulai ngasal ngomongnya.
Deidara yang lagi berkutat sama bolpen dan kertasnya pun mau tak mau
menoleh kesal pada duo autis itu.
" Elu berdua bisa diem gak,un?! Gue lagi mau bikin puisi nih!" Deidara
mencak-mencak. Cuaca yang panas, ditambah tingkah autis dari Sasori dan
Tobi tak ayal membuat si cowok blonde itu makin gerah.
" Berisik lu Dei! Lagi asyik nih,hihi," sembur Sasori diakhiri dengan
cekikikan karena melihat adegan sayap si Barbie mendadak lenyap dan si
Barbie sukses mendarat di empang milik Pak Camat (?).
" Iya, Dei-senpai berisik banget ya? Gangguin acara aja," Tobi
ikut-ikutan kesal.
Kriik... Kriikkk... Hening...
" Fu*kin a**hole," umpat Deidara yang amarahnya siap meledak.
Dengan secepat kilat, Deidara mencabut kabel-kabel yang melekat pada TV
dan membuangnya ke waduk sebelah.
" Woy, Dei! Apa-apaan?! Gue baru aja mau ngeliat perjuangan Barbie
keluar dari empang Pak Camat!" semprot Sasori tepat di muka Deidara,
tapi Deidara udah mengantisipasinya dengan menutupi wajahnya pake taplak.
" Kalo gue un, gue lebih pengen ngeliat perjuangan elu berdua keluar
dari waduk sebelah," seringai Deidara licik dan membuat Sasori dan Tobi
lari terbirit-birit sambil menjerit alay.
**Di bawah jembatan beton...* *
" 100 ryo..200 ryo..300 ryo.." Sosok lelaki bercadar lengkap dengan
kerudungnya terlihat sibuk menghitung duit.
" Oy, Kuzu! Daripada elu ngitung duit nggak selesai-selesai, mending
bikin puisi gih," kata Hidan mangkel ngeliat aktivitas Kakuzu dari
pulsek sampe tengah malam cuma ngitungin duit mulu.
" Bentar deh. Nanggung!" kata Kakuzu cuek sambil sesekali membetulkan
letak cadarnya yang kadang miring.
" Eh, Kakuz. Percuma elu ngitung duit yang udah nggak laku. Mata uang
negara kita kan yen, bukan ryo, bego!" Hidan masih berusaha menasehati
partnernya yang maniak duit.
" Asal lu tau aja, Haidan. Nilai tukar mata uang ryo lebih tinggi
daripada yen. Elo belajar ekonomi gak sih?" Kakuzu jadi mangkel karena
Hidan banyak omong.
" Nama gue Hidan bukan Haidan. Lagian gue nggak pernah haid. Cih, gue
balik aja ke kost. Lama-lama gue jadi arca disini," kata Hidan dengan
raut muka bete.
" Lumayan dong jadi arca, bisa dijual, menghasilkan pundi-pundi
uang..fufufu," Kakuzu terkekeh nista. Hidan bersiap meninggalkan
'istana' yang selama ini menjadi tempat tinggal sahabatnya yang gila
duit dan segalanya yang berbau duit.
" Eh, jangan lupa inget baik-baik pesan gue. Menyebranglah saat lampu
berwarna hijau," kata Kakuzu bijak.
" Semua nasehat elo kagak ada yang bener! Ujung-ujungnya berbau
kematian," timpal Hidan sayup-sayup dari kejauhan.
Setelah Hidan benar-benar lenyap dari pandangan, Kakuzu mulai memasukkan
semua uangnya ke dalam koper lusuh. Jam beker bekas hasil mungut di TPA
mulai menunjukkan pukul 1 pagi. Kakuzu menguap lebar dan mulai berbaring
di atas lembaran koran yang berfungsi sebagai alas tidur.
" Indahnya duni ini... Semua gratis. Tak perlu membayar listrik, kamar,
air, dll. Selamat malam uangku sayang."
Dan sekali lagi tugas dari Pak Jiraiya terlupakan -.-"
**Kamar Pein yang amburadul* *
Majalah /Playboy/ berserakan dimana-mana. Kaos kaki nyangkut di atas
lemari. Entah apa yang membuat Pein mendapat ilham untuk meletakkan kaos
kaki bekasnya di tempat yang tak semestinya. Sesekali terdengar tarikan
nafas dari pemuda penggila bokep tersebut.
" Puisi...Puisi..," gumam Pein tak jelas, seolah-olah sedang
menggumamkan mantra.
Ditatapnya poster jumbo dengan sosok Pak Tarno yang sedang tersenyum
lebar, membuat Pein ingin muntah saat itu juga. Ingin sekali Pein
merobek, membakar, dan menginjak-injak poster tersebut. Tapi karena
poster nista itu adalah pemberian Konan, maka Pein mengurungkan niat
brutalnya.
" /Aku lebih suka jika kau memandangi senyum Pak Tarno, bukan pose-pose
laknat Paris Hilton dan Rahma Azhari/." Begitu penjelasan kekasihnya,
Konan, saat Pein bertanya " WHY HIM?"
Cih, emang gue homo? Pein merutuk dalam hati. Untuk beberapa saat,
leader genk Akatsuki itu terdiam, mencoba berpikir keras menemukan tema
yang cocok untuk puisinya. Jiraiya... Jiraiya... Hm, apa sih yang
disukai sama guru mesum itu? Pein mulai mikir lagi. Mendadak, pemuda
yang mendapat gelar " /Sexiest Man Alive/ " versi majalah lokal keluaran
Pak Lurah itu tersenyum lebar. Hampir sama lebarnya dengan senyum di
dalam poster.
" Sialan! Kenapa gak kepikiran daritadi sih?" seru Pein norak sambil
loncat-loncat di atas ranjang seolah-olah baru saja mendapat wahyu dari
Tuhan melalui Malaikat Jibril. Akhirnya Pein mulai mengambil secarik
kertas dan mulai menuangkan mahakaryanya.
15 menit berlalu...
" Yeah! Akhirnyaaa! /This is it/! Karya orisinil dari Pein van Houten.
Wkakakkaaka." Pein tertawa nista, dan seenaknya nyomot nama belakang
salah satu vokalis band yang berasal dari negara di Asia Tenggara.
**Di pinggir sebuah kolam**
Terdapat dua makhluk berbeda spesies lagi jongkok di pinggir kolam ikan
piranha milik Pak Camat. Yang lagi asyik menerawang dengan tatapan mata
kosong itu bernama (bukan Haji Kisame, tapi Hoshigaki Kisame). Dan satu
lagi spesies tumbuhan yang sedang menatap ikan piranha yang berenang
kesana-kemari. Dia bernama Zetsu bin Nassar.
" Zet, /what I'm supposed to do/?" keluh Kisame dengan ekspresi melas
dan letih karena tadi pagi cuma makan nasi setengah sendok teh.
Zetsu menatap sahabatnya yang kekurangan gizi (?). " Puisi tentang ikan
aja, Kis."
Kisame menggeleng. " Bosen ah ikan mulu! Gue udah nyoba nyari inspirasi
di Samudra Pasifik, Samudra Hindia, Laut Cina Selatan, dan bahkan Laut
Kidul, tapi tetep aja nggak dapet apapun."
Zetsu bangkit dari jongkoknya dan memandang tajam ke arah Kisame. " Gue
punya ide buat lu!"
Kisame langsung bangkit dengan mata bersinar-sinar seperti lampu
petromaks. " Apaan Zet? /Tell me right now/!"
" Gak usah sok-sokan pake bahasa inggrislah , Kis. Medok gitu!" semprot
Zetsu.
" /Je suis desole/. Cepetan gih!"
Zetsu mendekat ke arah Kisame, sehingga tak ada jarak lagi di antara
makhluk jejadian itu.
" Pssttt... ssstt... rawwr...sssttt... bla bla bla..ssstt!" bisik Zetsu
serius.
Kisame menatap Zetsu dengan pandangan /You-are-fuckin-genius-man/! Kedua
makhluk itu tertawa-tawa nista sambil berpelukan, berkejaran ria, dan
berteriak-teriak norak.
Harusnya,di,lanjutin,pas di kumpulin puisinya,trus isi puisi mereka apa,
BalasHapus